Siapa yang salah? Jelas kita.

12:26 AM

Senja menampakkan semburat jingga di ufuk barat. Seperti biasa, jalanan dipadati oleh kendaraan bermotor. Mobil, truk, sepeda motor berjejalan di jalan. Mereka berusaha mencapai titik akhir dari perjalanan. Titik dimana semua beban di kampus ataupun di kantor melayang dan menguap tanpa sisa. Titik itu sering disebut rumah.

Semua orang berusaha memangkas waktu perjalanan dengan mengebut, menyalip, hingga menerobos lampu traffic light. Hal seperti itu, tidak hanya terjadi pada sore hari. Hampir di setiap menitnya, kejadian itu terus terulang. Keadaan kita yang kurang sehat dan perasaan yang tidak nyaman dalam hati, membuat amarah mudah tersulut. Saya sudah tidak heran, jika banyak pengendara mengklakson, mengeluarkan kata-kata serapah, dan lain-lain. Sudah tidak mengherankan, pejalan kaki ataupun pengendara sepeda menjadi bulan-bulanan pengendara motor. Pengendara seolah menyalahkan lambannya pejalan maupun sepeda yang melintas di jalan. Padahal, kita tahu mereka hanya memiliki ruang di kiri jalan.

Kasian sekali para pejalan dan pengendara sepeda. Mereka sering diklakson, dibleyer*(main stater motor), atau apapun itu. Saya rasa, mereka dibully oleh para pengendara bermotor. Mereka telah berada di tempat yang seharusnya mereka tempati. Mereka berjalan atau menjalankan sepedanya dengan benar, tidak menganggu orang lain. Mereka mengayuh sepeda dengan pelan, karena mereka tahu. Pelan-pelan akan menjaga keselamatan. Namun, sering kali kita memaki mereka, mencemooh mereka, mengklaim mereka-telah-menggangu-jalan-raya. Padahal kita yang salah!

Kesalahan pertama kita adalah kita sering kali merampas hak mereka. Sudah tahu, menyalip kendaraan harus di sebelah kanan. Kiri jalan, bukannlah tempat untuk menyalip. Namun, kenyataannya kita sering menggunakan tempat tersebut. Kedua, trotoar yang identik dengan pejalan kaki, sering dijadikan lahan parkir. Sekali lagi, kita merampas hak mereka. Ketiga, kita tahu  semua orang memiliki hak yang sama, terlebih di jalan. Semua berhak menggunakan fasilitas publik (jalan raya) tanpa terkecuali. Namun, kita sering egois dan ingin menang sendiri. Mendahulukan diri, tanpa mau memberi kesempatan pada orang lain. Contohnya ketika ada orang ingin menyebrang. Saya rasa penyebrang jalan akan memasang mata awas dan waspada ketika menyebrang. Jika tidak, nyawa bisa melayang.

Dewasa ini, menyebrang membutuhkan kesabaran dan waktu yang relatif panjang. Mengapa demikian? Jawabannya singkat, tidak ada yang ingin mengalah.
Lihat saja, sudah tahu di depan ada orang ingin menyebrang, pengendara motor semakin gencar menstater motornya. Jadi, siapa yang salah? Ya, jelas kita yang tidak mau mengalah.

XOXO
 


You Might Also Like

0 comments