Numismatika: Ngobrolin karier

10:16 PM



Foto di atas adalah obrolan chat Twitter tahun 2017. Topik yang bikin galau pada masanya adalah soal karier. Tulisan dan foto ini sempat mangkrak di draft sejak 2017-2022. Akhirnya mulai berniat untuk membagikan pandangan dan pengalaman berkarier di dunia kerja. Apalagi ada momen pencapaian selebgram yang dikaitkan dengan usia muda dan dianggap 'sukses' oleh kebanyakan orang. 

Setelah melewati awal usia 20-an, pada akhirnya aku bisa memaklumi dan mengamini apa yang dirasakan orang-orang seusia tersebut. Bisa dibilang, wajar banget kalau kamu merasa galau soal apa saja di usia awal 20-an. Aku juga pernah seperti itu, jadi it's okaaay. 

Makin bertambah usia, makin sadar bahwa apa-apa yang terjadi dengan orang lain bisa saja enggak terjadi padaku. Prinsipnya seperti kutipan dari Mbak Windi Teguh, "kalau orang lain bisa, kamu belum tentu bisa."

Balik lagi ke obrolan lampau dengan seorang teman yang kini jadi partner menuju jannah (halah). Dari obrolan lama tersebut, sempat aku sampaikan lagi ke dia. Dia pun kaget pernah bilang begitu. Sesungguhnya aku ingin kembali ke masa itu dan galau soal kerjaan itu aja. HAHAHA Sepertinya kita cocok ya kalau diskusi soal masa depan. Lalu aku ingin me-retweet cuitan ini.


Fresh graduate, pelan-pelan. Nggak semua harus sekarang.

Buat fresh graduate, pasti ada pikiran setelah lulus berkeinginan dapat pekerjaan impian. Itu buat orang yang udah tau mau kerja di bidang apa. Bagiku, ia mendapat priviledge karena bisa memilih bidang dan jalur kerja yang diinginkan. Ia udah tau akan melamar dan mendaftar lowongan pekerjaan di mana. Aku cukup merasa priviledge karena bisa memilih bidang yang memang jadi keahlianku, yakni menulis. 

Setelah lulus, aku langsung mendapat pekerjaan. Itu juga priviledge yang kualami. Nggak sedikit teman-temanku yang harus menunggu waktu relatif lama untuk mendapat pekerjaan. Dibilang langsung sebenarnya nggak juga, aku punya waktu sekitar tiga bulan untuk taken contract. Selama tiga bulan itu pula, aku masih sibuk ngerjain laporan jadi asisten peneliti di kampus. Jadi kubilang langsung karena semasa itu aku masih sibuk-sibuk.

Selama empat tahun menikmati perjalanan karier di bidang yang memang dikuasai. Meskipun akhirnya pada ujung keputusan untuk resign karena keterima pekerjaan lain. Jadi kami tahun 2020/2021 mengalami fase resign dan masuk kerja di bidang yang berbeda. Aku sempat galau dan berdiskusi dengannya. Tentunya keluhan lebih banyak keluar daripada rasa syukur atas pekerjaan baru. 

Hampir semua lulusan baru pasti dituntut langsung bekerja, akan tetapi kenyataan berkata lain. Cari kerjaan nggak segampang membalikkan telapak tangan. 


Seiring berjalannya waktu...

Tahun 2019, aku dan partner (kami) akhirnya mendaftar CPNS dengan alasan masing-masing. Saat itu, kami sudah LDR dan enjoy karena masih suka mencari kerja daripada bucin. Itu aku sih. HAHAHA..

Aku menikmati bekerja di Jogja sebagai editor dan freelancer, meskipun harus nge-shift dan kerja di akhir pekan. Pokoknya, saat itu aku workaholic banget. Kalau libur sampai bingung aku harus ke mana dan ngapain? Tapi dunia berubah setelah tahun 2021. APA ITU WORKAHOLIC? 

Aku justru mengalami fase depresi yang bikin hidupku cuma ke klinik dan rumah sakit terus. Gara-garanya, aku keterima pekerjaan yang didambakan banyak orang, tapi aku kurang nyaman. JUJUR SAJA. AKU SAMPAI LELAH HIDUP BEGINI. RIP DIRIKU YANG BAHAGIA DAN PEKERJA KERAS. 

Sekarang fokusku justru berbeda, aku ingin pekerjaan yang fleksibel. Ngerjain sambil beberes rumah, berkebun, tapi dibayar dollar adalah impianku. TAPI KEPENTOK KEADAAN. Aku makin pusing ketika partnerku ternyata juga keterima CPNS. Makin pusing mikirin, kapan bisa serumah? Sekota? Bangun tidur bikin sarapan buat dia? Oh tidak bisa. Rasanya ingin banget nyalahin keadaan, kenapa gitu kita berdua bisa lolos saat bersamaan? Kan kalau dia duluan yang lolos, aku santuy ya. Kerjaanku dulu fleksibel. Bisa WFH, bisa kerja remote. Sekarang mana ada -_-

Ketika aku bercerita dan menyalahkan keadaan, aku tahu banyak orang di luar sana akan-judging my reason. Bilangnya aku nggak bersyukur. Kurang bersyukur, kurang bersabar, kurang nerimo. 

Ya, mungkin ada benarnya. Ternyata sepanjang 2021 aku belajar, kesuksesan setiap orang itu beda lho. Nggak harus jadi PNS, nggak harus berseragam, cukup nyaman menjadi diri sendiri dan nyaman dengan pekerjaan. Tak lupa sedekah dan berbahagia bersama keluarga. Karena pekerjaan, kalau kita resign, kantor bakal buka rekrutmen baru. Kalau keluarga, ya kali mau diganti. 

Aku sering membandingkan pekerjaanku dengan pekerjaan partnerku as ASN. Kenapa hidupku nelangsa sekali ya saat jadi ASN dibanding partnerku? Padahal kami sama-sama ASN. RIP *sedih banget sih kalau ada yang masih mikir kerjaan PNS enak dan santai*

I Hate LDM

Tuhan, kepala-kepala, bupati, BKN, dan siapapun yang berkaitan. Tolong bantu umbi-umbian ini untuk satu kota. Udah capek aku harus ketemu, pisah, ketemu pisah. Uang akomodasi buat ketemu banyak terkuras. Punya dua dapur di kota berbeda. Kapan bisa punya rumahnya? Apalagi masih umbi-umbian. 


Semua ada porsi dan waktunya. Coba positif thinking, walaupun cuma satu persen. Bismillah mutasi dong. Kalau nggak ya berikan pekerjaan yang terbaik buat aku dan keluarga kecilku. Jujur, aku capek harus minum obat dan mikirin kepala pusing terus tanpa ada alasan kuat untuk hidup. Salam penyintas kesehatan mental kecemasan yang masih berjuang karena sering ketriggered kerjaan. 

You Might Also Like

0 comments